Menyoal Filsafat dalam Berbangsa
Oleh Mohamad Zain Fiqron
Kita sering melihat bahwa jurusan Filsafat baik Filsafat Umum ataupun Aqidah dan Filsafat Islam dianggap jurusan tidak jelas. Baik dianggap tidak jelas dalam sosial, agama, dan pekerjaan. Karena filsafat itu sudah dianggap sebagai sesuatu yang ekstrim, mikir dan mikir. Tidak hanya alasan itu, orang zaman sekarang merasa kebutuhan serba materi untung dan rugi. Filsafat dianggap tidak menguntungkan karena tidak bisa menjanjikan dalam pekerjaan.
Padahal Filsafat itu mengajarkan banyak hal, tidak hanya mikir dan mikir. Namun melatih kita membuka jendela, membuka banyak sudut pandang. Sehingga dengan banyaknya sudut pandang kita tahu seperti apa kebijaksanaan itu. Sebut saja si Fulan bertubuh dengan berat 100Kg, kenyataan dan kebenarannya dia gemuk. Namun bijakkah ita memanggilnya dengan sebutan Gajah. Filsafat sama seperti itu, memilah kebenaran demi kebijaksanaan.
Indonesia yang sekarang, sebenarnya krisis sosok Intelektual yang bijak. Sekarang ini sudah banyak lulusan Sarjana, Magister, dan bahkan Profesor. Anehnya, yang bergelar justru terjebak arus Logika Pasar. Kasus yang paling mudah dikenali adalah Korupsi. Semakin terasa ilmu diperjual belikan untuk materi, yang mana para pelaku tidak sembarang orang. Melainkan pelakunya adalah orang yang bergelar dan bertitle. Bahkan kata Rakyat itu sering dimaknai objek yang berhak menerima sumbangan. Itu terjadi karena para Intelektual yang seharusnya memajukan bangsa, justru terjebak gila materi.
Hal seperti itu sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, dimana kaum Sofis mempergunakan keinteltualnya untuk otoritas Negara. Kaum Sofis sebenarnya orang yang cerdas-cerdas, namun ilmunya diperjualbelikan semata-mata untuk kepentingan Negara yang terlalu Otoriter. Sama seperti dahulu, banyak Intelektual sekarang seperti kaum Sofis. Dan pada waktu itu hadirlah Socrates yang mencari kebenaran Objektif demi kesejahteraan rakyat. Perlu diketahui, Indonesia sekarang butuh sosok-sosok seperti Socrates, seorang Filsuf yang mana intelektualitasnya demi memajukan bangsa.
Manusia zaman sekarang mulai kehilangan esensi dari hidupnya. Mulai lupa akan kebahagiaan sejati. Seringkali pertemanan, hubungan sosial, hingga mencari pasangan hidup, didasari oleh logika pasar. Manusia sibuk mengejar materi tiada henti, melebur dalam pangsa pasar. Sampai para calon mahasiswa yang hendak melanjutkan studinya di tingkat perkuliahan. Landasan berpikir mereka memantapkan hati untuk memilih jurusan tertentu dikarenakan pasar. Kalau penerus bangsa berkeinginan melebur pasar, ingin menjadi buruh kacung berdasi semua atau menjadi kaum sofis, bisa rusak negeri ini. Makanya Indonesia perlu seorang pemikir, dan karena itu bagi saya Filsafat adalah kebutuhan bangsa.