Kolaborasi Keilmuan Dosen AFI dalam Studium Genarale
Bukittinggi, 23 Mei 2025 - Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) UIN Syech M. Djamil Djambek Bukittinggi menggelar Stadium Generale bertema "Rekonstruksi Dikotomi Ilmu Keagamaan dan Humaniora dalam Tradisi Barat Modern", yang dirangkaikan dengan penandatanganan MoU & MoA antara FUAD UIN Bukittinggi dengan Fakultas Ushuluddin IAIN Kudus dan STAI SADRA Jakarta.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) yang telah terjalin sebelumnya sebagai komitmen bersama dalam penguatan kolaborasi akademik. Acara berlangsung secara daring melalui Zoom dan dihadiri oleh Dekan FUAD UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, Prof. Dr. Syafwan Rozi, M.Ag.; Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Kudus, Prof. Dr. H. Ahmad Atabik, Lc., M.S.I., serta Ketua STAI SADRA Jakarta, Dr. Sulaeman, M.Hum.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Syafwan Rozi menyampaikan apresiasi terhadap silaturahim akademik ini dan menekankan perlunya tindak lanjut dalam bentuk kegiatan diskusi ilmiah, riset bersama, dan implementasi tridharma lainnya. Ia menegaskan bahwa sinergi keilmuan antarperguruan tinggi sangat penting dalam menjawab tantangan zaman dan memperkaya khazanah pemikiran Islam yang bersifat kritis dan kontekstual.
Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Kudus juga turut menyampaikan sambutan. Beliau menekankan pentingnya kerja sama antarperguruan tinggi dalam mengembangkan keilmuan, khususnya dalam bidang Aqidah dan Filsafat Islam. “Di tengah dinamika ilmu pengetahuan modern, kolaborasi antarlembaga menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem akademik yang terbuka dan progresif. Aqidah dan Filsafat Islam perlu terus dikembangkan dengan pendekatan lintas disiplin agar mampu merespons persoalan-persoalan kontemporer secara mendalam dan solutif,” ujarnya.
Studium Generale menghadirkan dua narasumber: Dr. Khalid Al Walid, M.Ag. (STAI SADRA Jakarta) dan Dr. Irzum Farihah, S.Ag., M.Si. (IAIN Kudus). Dr. Khalid menyampaikan bahwa Islam memiliki potensi besar untuk memberi kontribusi terhadap ilmu pengetahuan modern melalui nilai-nilai spiritualitas. Menurutnya, ilmu Barat yang bersifat positivistik dan sekuler dapat diseimbangkan dengan pendekatan Islam yang menekankan dimensi ruhani, etika, dan integritas kemanusiaan.
Sementara itu, Dr. Irzum Farihah memulai paparannya dengan menjelaskan tiga tahapan akal budi dalam pemikiran Ibn Khaldun: al-‘aql al-tamyiz (akal praktis dasar), al-‘aql al-tajribi (akal pengalaman), dan al-‘aql al-nazari (akal kontemplatif). Ia menekankan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia yang terus berubah telah mengaburkan batas-batas antara tiga ranah utama dalam ilmu: agama, ilmu-ilmu alam (natural sciences), dan humaniora-sosial (social humanities). Ketiganya tidak lagi bisa berdiri sendiri, melainkan saling terhubung dan saling memengaruhi satu sama lain.
Setelah penyampaian materi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berlangsung secara interaktif. Para peserta dari berbagai institusi pendidikan tinggi Islam aktif mengajukan pertanyaan kritis, berbagi refleksi, dan memperkaya dialog akademik yang mencerminkan semangat kolaborasi dan pencarian ilmiah yang mendalam.
Studium generale ini menjadi momentum strategis dalam merekonstruksi paradigma ilmu yang lebih utuh dan manusiawi, serta memperkuat jaringan akademik untuk menjawab tantangan intelektual, spiritual, dan sosial di era kontemporer.