Diskusi Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam
“ MANUSIA KEKAL, MANUSIA TANPA KELAS ”
Oleh : HIMA AFI IAIN KUDUS
- Percikan Filsafat Islam Paripatetik
enulusuri pemikiran filsuf Islam aliran parapatetik, yang mana filsuf paripatetik memiliki salah satu sebuah pemikiran bahwa Tuhan dan Alam adalah kekal. Sekilas, filsafat paripatetik adalah filsafat yang cara mendapatkan pengetahuan memakai rasio dan penalaran akal atau sering disebut silogisme. Diantara tokohnya yang paling terkenal adalah Ibnu Sina (Avvicena), Al-Faraby, Al-Kindi, dan Ibnu Rusyd (Averroes). Aliran paripatetik ini pemikirannya banyak mengikuti filsuf Yunani. Filsuf Yunani yang dimaksud adalah Plato dan Aristoteles.
Kekekalan alam sebenarnya adalah pemikiran filsuf Yunani yang bernama Aristoteles. Para filsuf paripatetik seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd menyatakan bahwa alam itu diciptakan tidak dalam waktu. Itu berarti bahwa alam itu bersifat kekal dalam pengertian bahwa adanya alam itu bersamaan dengan adanya Tuhan. Para filsuf paripatetik menganalogikan Tuhan dengan alam ibarat matahari dengan sinarnya. Artinya, matahari dan sinarnya adalah sebuah kesatuan, tanpa terikat batasan waktu. Hal itu juga yang menyatakan Alam bersifat dahulu (qadim) menurut filsuf paripatetik.
- Meneladani Kekekalan Manusia
Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan, dimana manusia adalah alam. Dalam diri manusia mempunyai banyak unsur. Diantara unsur tersebut meliputi Akal, Jiwa, Ruh, Raga. Timbul pertanyaan, apakah semua yang ada dalam diri manusia akan musnah?. Tentu saja jika kita menjawab dan menanggapi pertanyaan seperti itu, pastilah kita bisa menganalogikannya. Setiap manusia pasti akan mati, mati dalam artian berpisahnya raga dengan unsur lain dalam diri manusia. Raga ketika sudah dikubur pastilah bisa hancur, atau bersatu dengan tanah. Terkecuali manusia yang diberi anugerah Tuhan yang raganya tidak bisa hancur sampai hari akhir. Namun apakah masih ada yang tersisa dari manusia?. Kalau kita amati, yang tersisa adalah ruh kita. Ruh dalam diri manusia selamanya pasti ada, ruh manusia bisa bersifat kekal, bahkan sampai dimensi akhirat.
Namun sebenarnya bukan seberapa kekalnya ruh manusia. Kita yang hidup dimasa kini, tepatnya abad 21, dimana dunia sudah modern, penuh dengan teknologi. Kita sering lupa hakikat kekelan sejati manusia. Kita sering lupa diri kehilangan kebahagian sejati, dalam artian kita hidup di zaman ini hanya kesenangan materi yang kita nomor satukan. Cobalah kita lihat masa lalu, melihat sejarah pahlawan bangsa, perjuangan, filsuf, ulama, dan yang berjuang mati-matian dalam menghadapi krisis dunia pada masa lalu. Tokoh-tokoh tersebut dulu memikirkan keadaan dan berusaha menyelesaikan setiap permasalahan pada masanya.
Hasyim Asyari atau sering dikenal sebagai pendiri NU, dulu pada tanggal 22 Oktober 1945 di Surabaya mengeluarkan resolusi jihad. Resolusi jihad tersebut berkumandangkan bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia hukumnya wajib. Presiden pertama di negara Indonesia yakni Ir. Soekarno dan tokoh perjuangan bangsa yang lain juga tidak lelah dalam berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Mereka semua berjuang tanpa memikirkan kelas agama, adat, budaya, suku. Mereka semua tidak memikirkan hal tersebut, persatuan dan kesatuan lebih penting untuk kemerdekaan Indonesia.
Tokoh-tokoh tersebut menunjukkan, bahwa sejatinya kekekalan adalah perjuangan, gagasan, dan tindakan yang mana manfaatnya bisa kita kenang walau mereka sudah tiada. Dari tokoh-tokoh tersebut, seharusnya kita menyadari bahwa penting sekali memandang sesama manusia tanpa kelas. Artinya, sering kali kita berteman, percintaan, jodoh, pendidikan hanya memikirkan keuntungan. Berteman hanya mau dengan teman yang kaya, pendidikan hanya sebagai plagiatisme saja, yang merasa punya jabatan menginjak yang bawah. Dan hal tersebut bisa menghilangkan persatuan dan kesatuan, seharusnya kita harus menyadari hal tersebut, kemudian merubah pribadi menjadi lebih menghargai sesama lain. Redaksi (ZF)